Minggu, 29 November 2015

Analisis Profitabilitas pada Usaha Peternakan Sapi Perah di Kabupaten Semarang



 SUMBER :


Ruth Dameria Haloho
Siswanto Imam Santoso
Sudiyono Marzuki
Fakultas Peternakan dan Pertanian Universitas Diponegoro Semarang



Abstract: The research was carried out to analyse the revenue, income and profitability of dairy cattle farm in Semarang Regency, Central Java Province. Research was done from July to August 2012. Survey was conducted at Getasan and West Ungaran District. Samples were drawn in random from villages of Sumogawe, Getasan, Gogik and Lerep with proportional random sampling. Respondents were dairy farmers of the people taken by random sampling of 80 respondents. The data were analyzed using the statistical tabulation and descriptive analysis. Data analyses used are analysis formulas consisting of income, profitability ratios, and one sample t-test. The result showed that the average production cost was Rp1,765,141/month and average revenue of dairy cattle farm was Rp2,532,413/month. The average income of dairy cattle farm was Rp767,271/month with an average scale ownership lactation cattle of 2.7 head/farmer. The average profitability of dairy cattle farming was 43.46%. The value of profitability was higher than the rate of bank interest of 4.25%. Results from one-sampel t-test on significant t count = 0,000 (P ≤ 0.01) show profit dairy cattle farming in Semarang Regency was higher than the rate of bank interest of 4.25%. According to the result, dairy cattle farming in Semarang Regency is feasible.


Keywords: profitability, revenue, dairy cattle farming



PENDAHULUAN
Pengembangan peternakan sapi perah di Indonesia pada dasarnya bertujuan meningkatkan produksi susu dalam negeri untuk mengantisipasi tingginya permintaan susu. Hal tersebut memberikan peluang bagi peternak, terutama peternakan sapi perah rakyat untuk lebih meningkatkan produksi, sehingga ketergantungan akan susu impor dapat dikurangi. Konsekuensi logis dari keadaan tersebut, perlu ditunjang oleh perkembangan peternakan sapi perah agar eksis dalam penyediaan produksi susu dan dapat terjaga kelangsungan hidupnya (Suherman, 2008).
Kabupaten Semarang merupakan daerah yang mempunyai populasi sapi perah urutan ke 2 di Provinsi Jawa Tengah yaitu 36.962 ekor. Populasi sapi perah urutan pertama adalah Kabupaten Boyolali. (Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Jawa Tengah, 2011). Menurut data Badan Pusat Statistik Kabupaten Semarang, populasi sapi perah dan produksi susu Kabupaten Semarang dari tahun ke tahun terus meningkat.
Berdasarkan Tabel 1 dapat diketahui bahwa jumlah ternak sapi perah di Kabupaten Semarang dari tahun 2006 sampai 2010 mengalami peningkatan, dengan meningkatnya jumlah ternak sapi perah maka jumlah produksi susu juga semakin meningkat. Kecamatan Getasan dan Ungaran Barat mempunyai jumlah peternak sapi perah dan populasi sapi perah terbanyak di Kabupaten Semarang.


TINJAUAN PUSTAKA
Sapi Perah
Sapi perah adalah jenis sapi yang dipelihara dengan tujuan untuk menghasilkan air susu (Blakely dan Bade, 1994). Menurut Siregar (1996) Sapi perah adalah sapi yang diternakkan terutama sebagai penghasil susu.


Usaha Peternakan Sapi Perah
Sapi perah adalah jenis sapi yang dipelihara dengan tujuan untuk menghasilkan air susu (Blakely dan Bade, 1994). Lebih lanjut dijelaskan oleh Siregar (1996) Sapi perah adalah sapi yang diternakkan terutama sebagai penghasil susu. sapi perah adalah sapi yang diternakkan terutama sebagai penghasil susu. Sesuai dengan SK Mentan No. 362 /Kpts/TN.120/5/1990, usaha peternakan sapi perah di Indonesia dibagi menjadi dua macam, yaitu usaha peternakan rakyat dan perusahaan peternakan sapi perah. Usaha peternakan rakyat adalah usaha yang digunakan sebagai usaha sampingan yang memiliki sapi perah kurang dari 10 ekor sapi laktasi dewasa atau memiliki jumlah seluruh kurang dari 20 ekor sapi perah campuran.


Analisis Usaha Peternakan Sapi Perah
Analisis usaha ternak dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui pendapatan yang diterima oleh peternak. Analisis usaha dapat dilihat dari penerimaan, biaya produksi dan, pendapatan. Penerimaan yaitu banyaknya nilai produksi hasil usaha ternak yang terdiri dari hasil penjulan ternak dan hasilnya selama satu tahun. Penerimaan tunai didasarkan pada hasil penjualan produksi usaha tani, baik berupa tanaman atau ternak sedangkan penerimaan yang diperhitungkan termasuk didalamnya usaha tani yang dikonsumsi, nilai ternak akhir dan nilai hasil ternak (Soekartawi, 2002).

Penerimaan
Siregar (1996) menyatakan bahwa sumber penerimaan terbesar dan utama adalah dari penjualan susu, disamping penjualan sapi-sapi yang tidak produktif lagi, penjualan anak sapi yang tidak akan digunakan sebagai peremajaan dan dari hasil penjualan pupuk kandang. Besar kecilnya usaha sapi perah akan sangat tergantung pada jumlah susu yang diproduksi dan harga penjualan susu.
Biaya
Biaya produksi dapat dibagi menjadi biaya tetap dan biaya tidak tetap . Biaya tetap adalah biaya yang besar kecilnya tidak tergantung pada besar kecilnya produksi, sedangkan biaya variabel adalah biaya yang berhubungan langsung dengan biaya produksi (Soekardono, 2009).
Tergolong dalam kelompok biaya tetap yaitu Bunga bank yaitu besarnya bunga bank dan pengembalian pokok pinjaman pada setiap bulan disesuaikan dengan kemampuan usaha/proyek yang direncanakan, baik jumlah kredit, tingkat bunga serta lamanya waktu pengembalian, biaya asuransi, depresiasi/penyusutan adalah jumlah dana penyusutan disesuaikan dengan jumlah dana yang dihitung setiap tahunnya berdasarkan metode yang digunakan (Ibrahim, 2003).

Pendapatan
Suandana dan Hidayat (2000) dan Mandaka dan Hutagaol (2005) menyatakan bahwa pendapatan usaha merupakan selisih antara penerimaan dengan biaya selama kurun waktu tertentu. Analisis usaha sapi perah diperlukan untuk mengetahui pendapatan yang diterima dari seluruh korbanan yang dikeluarkan peternak (Mastuti dan Hidayat, 2008).


Profitability
Profitability merupakan ukuran yang digunakan untuk mengetahui seberapa besar penghasilan sebelum bunga dan pajak yang dihasilkan dari pemanfaatan total asset usaha dan penjualan (Febryani dan Zulfadin, 2003; Suryanto, 2006). Nilai Profitability dapat digunakan untuk mengukur tingkat pengembalian investasi yang telah dilakukan pada usaha dengan menggunakan seluruh aktiva yang dimiliki. Semakin tinggi nilai profitabilitasnya, maka semakin tinggi kemampuan usaha untuk menghasilkan keuntungan (Biji et al., 2007).

Analisis Profitabilitas pada Usaha Peternakan Sapi Perah di Kabupaten Semarang (Ruth Dameria Haloho, S.I. Santoso & S. Marzuki)

Tabel 1. Jumlah Sapi Perah dan Produksi Susu di Kabupaten Semarang
Tahun 2008-2010





Tahun

Jumlah sapi perah (ekor)


Jumlah produksi susu (liter)





2006

32.546

18.199.144
2007

33.467

19.381.932
2008

21.989

27.073.813
2009

35.451

28.370.552
2010

36.961

32.647.413

Usaha ternak sapi perah adalah usaha yang mempunyai sifat maju, yang secara selektif menggunakan masukan teknologi sehingga secara proporsional mampu meningkatkan produksi akan tetapi dalam praktek peternak tidak sepenuhnya memahami penggunaan teknologi tersebut. Pemeliharaan sapi perah pada peternak rakyat masih menggunakan teknologi yang bersifat sederhana dalam pemeliharaan sapi perah, dimana pengetahuan pemeliharaan sapi perah peternak masih didapat secara turun temurun, dan merupakan usaha sambilan. Setiap usaha mengharapkan keuntungan yang dapat diperoleh dengan menggunakan faktor-faktor produksi yang dimiliki peternak (Emawati, 2011).
Swastika et al. (2005) menyatakan bahwa peternakan sapi perah di Indonesia umumnya merupakan usaha keluarga di pedesaan dalam skala kecil, sedangkan usaha skala besar masih sangat terbatas dan umumnya merupakan usaha sapi perah yang baru tumbuh.
Rendahnya tingkat produktivitas ternak tersebut lebih disebabkan oleh kurangnya modal, serta pengetahuan/ketrampilan petani yang mencakup aspek produksi, pemberian pakan, pengelolaan hasil pasca panen, penerapan sistem recording, pemerahan, sanitasi dan pencegahan penyakit. Pengetahuan petani mengenai aspek tataniaga masih harus ditingkatkan sehingga keuntungan yang diperoleh sebanding dengan pemeliharaannya. Keuntungan tersebut dapat terjadi jika peternak memiliki manajemen yang baik meningkatakan skala usaha, meningkatakan frekuensi pemerahan, memberikan pakan yang cukup dan berkualitas. Peternak harus menekan biaya produksi sehingga dapat keuntungan yang lebih maksimal di dalam usaha ternak Rusdiana dan Wahyuning (2009). Keuntungan akan terjadi jika pendapatan peternak tinggi, dan biaya produksi rendah, sehingga akan memperoleh keuntungan yng lebih besar dari suku bunga bank. Profitabilitas merupakan cara untuk mengukur kemampuan suatu usaha dalam menghasilkan keuntungan dari aktiva atau sumber penghasilan yang dipercayakan kepadanya (Riyanto, 1995).
Berdasarkan latar belakang di atas maka perlu dilakukan penelitian mengenai analisis profitabilitas usaha tani sapi perah di Kabupaten Semarang. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menentukan profitabilitas usaha ternak sapi perah rakyat di, Kabupaten Semarang.
METODE PENELITIAN


Materi
Materi yang digunakan dalam penelitian ini adalah unit usaha sapi perah rakyat yang dilakukan oleh peternak di Kabupaten Semarang. Metode penelitian yang digunakan adalah survei yaitu penelitian yang mengambil sampel dari suatu populasi dengan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpulan data yang pokok (Singarimbun dan Effendi, 1989).
Penelitian dilaksanakan mulai bulan Juli sampai dengan Agustus 2012. Penentuan lokasi di Kabupaten Semarang dengan pertimbangan bahwa Kabupaten Semarang merupakan salah satu sentra pengembangan sapi perah di Jawa Tengah. Penentuan lokasi, Pertama dipilih dua lokasi Kecamatan yang memiliki populasi sapi perah terbanyak yaitu Kecamatan Getasan dan Ungaran Barat. Kedua, dari setiap kecamatan dipilih dua desa yaitu Desa Sumogawe dan Getasan di Kecamatan Getasan, Desa Lerep dan Gogik di Kecamatan Ungaran Barat. Peternak sebagai responden diambil secara acak melaluiProportional Random Sampling.

Metode Analisis Data
Data primer dikumpulkan melalui observasi dan wawancara dengan bantuan kuesioner yang mencakup data responden. Data sekunder berasal dari Dinas Peternakan Kabupaten Semarang dan data sekunder lainnya yang berkaitan. Selanjutnya data primer dan data sekunder dikelompokkan dan ditabulasi menurut variabel yang diamati, kemudian dianalisis secara kuantitatif.
Data yang diperoleh ditabulasikan dan dianalisis sebagai berikut:
Analisis pendapatan usaha ternak sapi perah rakyat menurut Soekartawi (2002) dapat dituliskan sebagai berikut:


π = TR – TC ……………………… (1)
dengan TR = Q x Pq
TC = TVC + TFC
Keterangan:
π = Pendapatan (Rp)
TR = Penerimaan (Rp)
TC = Total Biaya Produksi (Rp)
Q = Jumlah produk yang dihasilkan
Pq = Harga Produk/ kg (Rp)
TVC = Total Variabel Cost
TFC = Total Fixed Cost

Rasio profitabilitas menggunakan perbandingan antara pendapatan dan biaya dalam persentase.
Profitabilitas = pendapatan bersihbiaya total x 100% ………………… (2)
Keterangan:
a. Jika profitabilitas > tingkat suku bunga deposito bank yang berlaku maka usaha ternak sapi perah menguntungkan.
b. Jika profitabilitas < tingkat suku bunga deposito bank yang berlaku maka usaha ternak sapi perah tidak menguntungkan.
Perbedaan antara nilai profitabilitas dengan suku bunga berlaku diketahui dengan menggunakan One Sample t-test.
H0 : μ= tingkat suku bunga, artinya tidak terdapat perbedaan antara profitabilitas dengan suku bunga yang berlaku.
H1 : μ≠ tingkat suku bunga, artinya terdapat perbedaan antara profitabilitas dengan suku bunga yang berlaku.
Kriteria pengujian yang digunakan, yaitu apabila:
a. Nilai signifikansi > 0,05 maka, Hditerima dan Hditolak.
b. Nilai signifikansi <0,05 maka, Hditolak dan Hditerima.
HASIL DAN PEMBAHASAN

Kepemilikan Peternak
Kepemilikan Sapi laktasi dan non laktasi sapi perah di Kabupaten Semarang


Tabel 2. Kepemilikan sapi perah pada peternak di Kabupaten Semarang No
Uraian
Jumlah
1
Jumlah ternak laktasi (ekor)
223
2
Jumlah ternak non laktasi
181
Rasio sapi laktasi san non-laktasi (%)
55,9

Data di atas diketahui jumlah ternak laktasi sebesar 223 ekor (55,9%) dan jumlah ternak non laktasi sebesar 181 ekor (44,1%) dengan komposisi sapi jantan 15 ekor, dara 38 ekor dan pedet 128 ekor. Berdasarkan jumlah total tersebut berarti rata-rata pemilikan petani ternak per-orang adalah sebanyak 5,05 ekor dimana 2,78 ekor (55,9%) merupakan sapi laktasi. Kondisi semacam ini kurang menguntungkan, karena usaha peternakan sapi perah dapat menghasilkan keuntungan apabila jumlah sapi laktasi yang dimiliki lebih besar dari 60%. Sudono (1999) menjelaskan bahwa persentase sapi laktasi merupakan faktor yang tidak dapat diabaikan dalam suatu peternakan sapi perah sebagai upaya menjamin pendapatan petani ternak. Dijelaskan lebih lanjut (Prasetyo et al., 2005) bahwa komposisi ekonomis untuk suatu usaha peternakan adalah persentase sapi dalam kondisi laktasi perlu ditingkatkan menjadi 60%.
Penerimaan
Berdasarkan hasil penelitian peternak bersumber dari hasil penjualan susu, pedet dan sapi afkir. Sudono et al. (2003) dan Hartono (2006) menyatakan bahwa penerimaan usaha sapi perah terdiri dari penjualan susu, penjualan pedet yang tidak dibesarkan, penjualan sapi-sapi yang sudah tidak produktif dan penjualan pupuk kandang.
Rincian rata-rata penerimaan peternak sapi perah di Kabupaten Semarang yaitu sebagai berikut:
Tabel 3. Rata-rata Penerimaan Peternak Sapi Perah Kabupaten Semarang No.
Uraian
Penerimaan (Rp)
Persentase (%)
1
Penjualan susu
25.612.700
84,28
2
Penjualan pedet
2.631.250
8,65
3
Penjualan sapi afkir
1.022.500
3,33
4
Penjualan jantan
1.122.500
3,74

                                                   30.388.950             100




Penerimaan dari hasil penjualan susu diperoleh dari perkalian antara jumlah susu yang diperoleh selama satu periode laktasi dengan harga susu selama periode laktasi tersebut. Penerimaan lainnya berasal dari penjualan pedet, jantan dan penjualan sapi-sapi yang tidak produktif lagi (sapi afkir) dalam waktu 1 tahun. Peternak di Kabupaten Semarang umumnya belum memanfaatkan limbah kotoran ternak sebagai tambahan penghasilan. Nilai rata-rata penerimaan yang diperoleh peternak di Kabupaten Semarang sebesar Rp30.388.950/tahun atau 2.532.413/bulan.

Biaya Usaha Sapi Perah Rakyat
Biaya produksi yang dikeluarkan oleh peternak sapi perah rakyat di Kabupaten Semarang meliputi biaya tetap dan biaya variabel. Biaya produksi yang dikeluarkan oleh peternak sapi perah di Kabupaten Semarang dapat dilihat pada Tabel 4.
Berdasarkan perhitungan, biaya produksi merupakan penjumlahan dari biaya tetap dan biaya variabel. Rata-rata biaya produksi yang dikeluarkan sebesar Rp21.181.695 /tahun atau sebesar Rp1.765.141/bulan. Biaya yang terbesar dalam biaya produksi adalah rata-rata biaya pakan konsentrat, pakan hijauan, tenaga kerja serta biaya penyusutan. Sesuai dengan hasil penelitian Sundari dan Katamso (2010) menunjukkan bahwa biaya terbesar dikeluarkan oleh biaya pakan sebesar 61,28%. Berdasarkan penelitian Prasetyo et al. (2005) bahwa total biaya variabel sebesar 77,94% dari total biaya produksi.

Tabel 4. Rata-rata Biaya Produksi yang dikeluarkan oleh peternak No.
Jenis biaya
Biaya Produksi (Rp/thn)
Persentase (%)
Biaya Tetap
1
Penyusutan Ternak
1.911.607
10,18
2
Penyusutan Kandang
309.208
1,64
3
Penyusutan Alat
39.391
0,20
4
Tenaga kerja
2.638.071
1,11
5
Biaya listrik
79.875
0,40
Biaya Variabel
4
Hijauan
3.402.368
18,13
5
Konsentrat
12.605.813
67,18
6
Obat-obatan
69.925
0,30
7
IB
125.437
0,86
Total biaya
21.181.695
100%


Keuntungan Usaha Ternak Sapi Perah Rakyat
Pendapatan (keuntungan) usaha ternak dapat dihitung dari hasil pengurangan antara penerimaan dengan pengeluaran yang berupa biaya produksi usaha ternak. Rata-rata penerimaan yang diperoleh peternak sebesar Rp30.388.950/tahun. Rata-rata biaya produksi yang dikeluarkan sebesar Rp21.181.694/tahun. Keuntungan rata-rata usaha ternak sapi perah Kabupaten Semarang adalah Rp9.207.255/tahun atau Rp767.271 /bulan.


Analisis Profitabilitas Usaha Sapi Perah Rakyat
Profitabilitas usaha sapi perah di Kabupaten Semarang diukur dengan membandingkan keuntungan sebelum bunga dan pajak dari sejumlah investasi dalam persen Suryanto (2006) menyatakan bahwa profitabilitas merupakan ukuran relative terhadap laba bersih yang diperoleh dari sejumlah modal yang ditanam dalam satuan persen. Rata-rata keuntungan usaha sapi perah rakyat di Kabupaten Semarang sebesar 9.207.255/tahun atau Rp767.271/bulan; Rata-rata biaya produksi yang dikeluarkan sebesar Rp21.181.695/tahun atau sebesar Rp1.765.141/bulan. sehingga diperoleh nilai profitabilitas usaha sapi perah rakyat di Kabupaten Semarang sebesar 43,46%. Nilai profitabilitas 43,46% lebih besar dari tingkat suku bunga deposito Bank BNI periode Maret 2013 yaitu sebesar 4,25% sehingga usaha sapi perah layak untuk beroperasi. Hal ini menunjukkan bahwa usaha sapi perah di Kabupaten Semarang profitable atau menguntungkan.

Analisis One Sample T-Test
Pengujian hipotesis pertama yaitu one sample t-test menggunakan SPSS 16 adalah untuk mengetahui apakah usaha sapi perah menguntungkan maka dengan membandingkan antara nilai profitabilitas dalam persen dengan tingkat suku bunga deposito 4,25%. Berdasarkan uji nilai sig (0.000) bahwa nilai profitabilitas usaha ternak sapi perah berbeda sangat nyata dengan nilai suku bunga kredit bank yang berlaku, sehingga usaha ternak sapi perah rakyat profitable atau menguntungkan.

KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dapat diambil kesimpulan bahwa besarnya penerimaan usaha ternak sapi perah di Kabupaten Semarang adalah Rp30.388.950/tahun, dan biaya produksi sebesar Rp21.181.695/tahun sehingga diperoleh pendapatan sebesar Rp9.207.255/tahun atau Rp767.271/bulan. Nilai profitabilitas sebesar 43,46% lebih besar dari tingkat suku bunga deposito Bank BNI periode Maret 2013 yaitu sebesar 4,25% sehingga usaha sapi perah menguntungkan.

SARAN
Berdasarkan hasil penelitian ini, maka saran yang dapat diberikan di antaranya adalah bagi pemerintah daerah Kabupaten Semarang diharapkan lebih memperhatikan dalam pengembangan usaha ternak sapi perah di Kabupaten Semarang dengan memberikan penyuluhan yang lebih intensif tentang pemeliharaan ternak sapi perah. Bagi peternak direkomendasikan untuk dapat mengoptimalkan biaya produksi untuk menghasilkan keuntungan yang maksimal dan diharapkan dapat menerapkan cara pemeliharaan ternak sapi perah yang baik dan benar sehingga dapat meminimalisir risiko yang ditanggung.

DAFTAR PUSTAKA
Biji, R., S. R. Kooistra and H. Hogeven. 2007. “The Profitability of Automatic Milking on Dutch Dairy Farm”. J. dairy Sci. Vol. 90, No 1: 239-248
Blakely, J dan Bade, D. H. 1994. Ilmu Peternakan. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. (Diterjemahkan oleh B. Srigandono).
Dinas Peternakan Kabupaten Semarang. 2011. Data statistik Peternakan Kabupaten Semarang, Ungaran.
Emawati, S. 2011. “Profitabilitas Usahatani Sapi Perah Rakyat di Kabupaten Sleman”. Journal Science Peternakan. Vol. 9, No 2: 100-108.
Febriyani, A. dan R. Zulfadin. 2003. “Analisis kinerja bank devisa dan bank non devisa di Indonesia”. J. Ekonomi dan Keuangan. Vol 7, No 4: 38-54.
Ibrahim, Y. 2003. Studi Kelayakan Bisnis. Edisi Revisi. PT. Rineka Cipta, Jakarta.
Hartono, B. 2006. “Ekonomi rumahtangga peternak sapi perah: studi kasus di Desa Pandesari Kecamatan Pujon Kabupaten Malang”. J. Animal Production. Vol 8, No 3: 226-232.
Mandaka, S dan M. P. Hutagaol. 2005.” Analisis fungsi Keuntungan, Efisiensi Ekonomi dan Kemungkinan Skema Kredit bagi Pengembangan Skala Usaha Peternakan Sapi Perah Rakyat di Kelurahan Kebon Pedes Kota Bogor”. J. Agro Ekonomi. Vol 23, No 2: 191-208
Mastuti, S. dan N. N. Hidayat. 2008. Peranan Tenaga Kerja perempuan dalam Usaha Ternak Sapi Perah di Kabupaten Banyumas. J. Animal Production. Vol 11, No 1: 40-47.
Menteri Pertanian Republik Indonesia. 1990. Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Pemberian Izin dan Pendaftaran Usaha Peternakan. SK No. 362/KPTS/TN.120 /1990. Departemen Pertanian, Jakarta.
Prasetyo, E., T. E dan Mukson. 2005. “Kondisi dan potensi pengembangan usahatani sapi perah di Kabupaten Semarang”. J. Indonesian Trop. Anim. Agric.. Vol 30, No 2. 110-117.
Riyanto, B. 1995. Dasar-dasar Pembelanjaan Perusahaan. Badan Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Rusdiana dan Wahyuning K Sejati. 2009. “Upaya Pengembangan Agribisnis Sapi Perah Dan Peningkatan Produksi Susu Melalui Pemberdayaan Koperasi Susu”. Forum Penelitian Agro Ekonomi. Vol 1 :43-51.
Singarimbun, M. dan S. Effendi. 1989. Metode Penelitian Survai. LP3ES, Jakarta.
Siregar, S. 1996. Sapi Perah. Jenis, Teknik dan Analisa Usaha. Penerbit Penebar Swadaya, Jakarta
Soekardono. 2009. Ekonomi Agribisnis Peternakan. Akademika Pressindo Jakarta, Jakarta.
Soekartawi. 2002. Prinsip Dasar Ekonomi Pertanian. Penerbit PT Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Suandana, A dan N. N. Hidayat. 2000. “Analisis Usaha Ternak Sapi Perah Rakyat di Kabupaten Banyumas”. J. Produksi Ternak. Vol 2, No 1: 490-495.
Sudono, A., R.F. Rosdiana, dan B.S Setiawan. 2003. Beternak Sapi Perah Secara Intensif. Agromedia Pustaka, Bogor.
Suherman, D. 2008. “Evaluasi penerapan aspek teknis peternakan pada usaha peternakan sapi perah sistem individu dan kelompok di Rejang Lebong”. J. Sains Peternakan Indonesia. 3. (1): 35-42.
Sundari dan Katamso. 2010.” Analisis pendapatan peternak sapi perah lokal dan eks-impor anggota koperasi Warga Mulya di Kabupaten Sleman Yogyakarta”. J. Caraka Tani. 24 (1): 26-32.
Suryanto, B. 2006. “Profitabilitas usaha jagal sapi di Kabupaten Pati Provinsi Jawa Tengah”. J. Indonesian Trop. Anim. Agric.. 31 (3): 184-188.
Swastika, D.K., M.O.A. Manikmas., B. Sayaka., K. Kariyasa. 2005. The Status and Prospect of Feed Crops in Indonesia. ESCAP, United Nations.

Selasa, 06 Oktober 2015

Budaya Asing yg Ada di Indonesia

Pengertian Budaya dan Peradaban2.1.1 Budaya
Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersamaoleh sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi. Budayaterbentuk dari banyak unsur yang rumit, termasuk sistem agama dan politik, adatistiadat, bahasa, perkakas, pakaian, bangunan, dan karya seni. Budaya adalahsuatu pola hidup menyeluruh dan bersifat kompleks, abstrak, dan luas. Banyakaspek budaya turut menentukan perilaku komunikatif. Unsur-unsur sosio-budayaini tersebar dan meliputi banyak kegiatan sosial manusia.Indonesia merupakan negara di bagian timur yang menganut kebudayaantimur yang pada intinya banyak bersumber dari agama. Artinya kepribadian orangtimur terletak pada hatinya. Dengan hatinya mereka menyatukan akal budi, intuisi,intelegansi dan perasaan. Pemikiran timur lebih menekankan unsur terdalamdalam jiwa. Macam-macam kebudayaan yang memiliki nilai timur lebihmenekankan disiplin mengendalikan diri, sederhana, tidak mementingkan dunia.
2.1.2 Peradaban
Istilah peradaban dalam bahasa Inggris disebut Civilization. Istilah peradaban sering dipakai untuk menunjukkan pendapat dan penilaian kitaterhadap perkembangan kebudayaan. Pada waktu perkembangan kebudayaanmencapai puncaknya berwujud unsur-unsur budaya yang bersifat halus, indah,

4

tinggi, sopan, luhur dan sebagainya, maka masyarakat pemilik kebudayaantersebut dikatakan telah memiliki peradaban yang tinggi.Dengan batasan-batasan pengertian di atas maka istilah peradaban seringdipakai untuk hasil-hasil kebudayaan seperti: kesenian, ilmu pengetahuan danteknologi, adat sopan santun serta pergaulan. Selain itu juga kepandaian menulis,organisasi bernegara serta masyarakat kota yang maju dan kompleks.Fairchild, 1980:41, menyatakan peradaban adalah perkembangankebudayaan yang telah mencapai tingkat tertentu yang diperoleh manusia pendukungnya. Kontjaranigrat (1990 : 182) menyatakan peradaban untukmenyebut bagian dan unsur kebudayaan yang halus, maju, dan indah sepertimisalnya kesenian, ilmu pengetahuan, adat sopan santun pergaulan, kepandaianmenulis, organisasi kenegaraan, kebudayaan yang mempunyai system teknologidan masyarakat kota yang maju dan kompleks.Ibnu Khaldun (1332-1406 M) melihat peradaban sebagai organisasi sosialmanusia, kelanjutan dari proses tamaddun (semacam urbanisasi), lewat ashabiyah(group feeling), merupakan keseluruhan kompleksitas produk pikiran kelompokmanusia yang mengatasi negara, ras, suku, atau agama, yang membedakannyadari yang lain, tetapi tidak monolitik dengan sendirinya. Pendekatan terhadap peradaban bisa dilakukan dengan menggunakan organisasi sosial, kebudayaan,cara berkehidupan yang sudah maju, termasuk system IPTEK dan pemerintahannya.

Budaya Asing Yang Berkembang di Indonesia – Kebudayaan merupakan sesuatu yang bersifat abstrak dan dapat mempengaruhi suatu gagasan, ide, tingkah laku dan pemikiran seseorang dalam kehidupannya sehari-hari. Sebagai perwujudan dari kebudayaan misalnya pola perilaku, bahasa, kesenian,agama serta berbagai peralatan kehidupan.
Namun pada era globalisasi ini banyak sekali budaya asing yang masuk dan berkembang di Negara kita Indonesia. Sehingga kebudayaan loka yang ada banyak berkurang atau bahkan hampir punah. Kebudayaan asing telah sukses mendominasi segala aspek kehidupan masyarakat Indonesia.
Masuknya budaya asing ke Indonesia menimbulkan berbagai efek. Dari banyak contoh iklan media sosial di Indonesia secara umum mengacu kepada kehidupan yang mencerminkan kegaulan dan cenderung meninggalkan hidup yang tradisional.
Dimana dalam jangka waktu tertentu akan mempengaruhi pola fikir masyarakat sehingga mucul mindset bahwa kepentingan pribadi lebih utama dari kepentingan bersama. Melalui proses demikian, banyak berbagai kalangan masyarakat lebih bersifat individualis dan apatis. Jika keadaan demikian terus dibiarkan berlangsung dikalangan pejabat yang memegang pemerintahan penting, dikhawatirkan dapat menimbulkan kehidupan yang tidak seimbang bahkan bisa merusak moral masyarakat karen budaya asing hanya mengutmakan kepuasan nafsu semata.
Perkembangan teknologi yang semakin canggih dari waktu ke waktu merupakan salah satu perwujudan budaya asing yang masuk ke Indonesia. Masuknya budaya asing tersebut tidak disaring oleh masyarakat Indonesia karena tingkat pendidikan yang rendah sehingga menciptakan suatu budaya baru dan diterima secara mentah.
Sebenarya jika kita memanfaatkan teknologi tersebut dengan sesuai maka banyak sekali manfaat yang bisa didapatkan. Akan tetapi banyak oknum yang menyahgunakan kegunaan teknologi tersebut demi kepentingan pribadinya.
Selain itu ada lagi contoh kasus budaya asing masuk ke Indonesia yang sebenarnya kurang baik diterapkan. Hal tersebut adalah perilaku budaya barat dan style yang mengenakan pakaian-pakaian minim sehingga bagian tubuh tertentu diperlihatkan secara menonjol. Secara tidak langsung budaya tersebut merusak moral generasi muda bangsa Indonesia.
Berbagai tindakan kejahatan seperti perkosaan telah marak terjadi di berbagai daerah. Maka diharapkan budaya asing yang masuk ke Indonesia disaring dan diterapkan sesuai dengan nilai yang terkandung dalam Pancasila agar kehidupan bangsa tetap selaras dan seimbang.
Dampak-dampak kebudayaan asing di indonesia :
Kehadiran globalisasi tentunya membawa pengaruh bagi kehidupan suatu negara termasuk Indonesia. Pengaruh tersebut meliputi dua sisi yaitu pengaruh positif dan pengaruh negatif. Pengaruh globalisasi di berbagai bidang kehidupan seperti kehidupan politik, ekonomi, ideologi, sosial budaya dan lain- lain akan mempengaruhi nilai-nilai nasionalisme terhadap bangsa.
1.      Dampak Positif
a.         Perubahan Tata Nilai dan Sikap
Adanya modernisasi dan globalisasi dalam budaya menyebabkan pergeseran nilai
dan sikap masyarakat yang semula irasional menjadi rasional.
b.         Berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi
Dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi masyarakat menjadi lebih mudah dalam beraktivitas dan mendorong untuk berpikir lebih maju.
c.         Tingkat Kehidupan yang lebih Baik
Dibukanya industri yang memproduksi alat-alat komunikasi dan transportasi yang canggih merupakan salah satu usaha mengurangi penggangguran dan meningkatkan taraf hidup masyarakat.
2.      Dampak Negatif
a.       Pola Hidup Konsumtif
Perkembangan industri yang pesat membuat penyediaan barang kebutuhan masyarakat melimpah. Dengan begitu masyarakat mudah tertarik untuk mengonsumsi barang dengan banyak pilihan yang ada.
b.      Sikap Individualistik
Masyarakat merasa dimudahkan dengan teknologi maju membuat mereka merasa tidak lagi membutuhkan orang lain dalam beraktivitasnya. Kadang mereka lupa bahwa mereka adalah makhluk sosial.
c.       Gaya Hidup Kebarat-baratan
Tidak semua budaya Barat baik dan cocok diterapkan di Indonesia.Budaya negatif yang mulai menggeser budaya asli adalah anak tidak lagi hormat kepada orang tua, kehidupan bebas remaja, remaja lebih menyukai dance dan lagu barat dibandingkan tarian dari Indonesia dan lagu-lagu Indonesia, dan lainnya. Hal ini terjadi karena kita sebagai penerus bangsa tidak bangga terhadap sesutu milik bangsa.
d.      Kesenjangan Sosial
Apabila dalam suatu komunitas masyarakat hanya ada beberapa individu yang dapat mengikuti arus modernisasi dan globalisasi maka akan memperdalam jurang pemisah antara individu dengan individu lain yang stagnan. Hal ini menimbulkan kesenjangan sosial. Kesenjangan social menyebabkan adanya jarak antara si kaya dan si miskin sehingga sangat mungkin bias merusak kebhinekaan dan ketunggalikaan Bangsa Indonesia.
Sebagai contoh, beberapa budaya atau kebiasaan asing yg telah ada di indonesia adalah : kebiasaan memakai pakaian minim, meminum minuman keras, banyaknya pembukaan tempat-tempat maksiat seperti bar, diskotek, casino, dan lain sebagainya.

pendapat saya : memang tidak bisa dipungkiri atau dihindari bahwa budaya asing telah meracuni dan mengikis sedikit demi sedikit budaya asli indonesia. tapi kita sebagai penerus bangsa setidaknya tetap berjuang untuk mempertahankan kebudayaan asli tanah air, jangan sampai hilang untuk selamanya. dan jangan asampai juga anak cucu kita nanti tidak tau kebudayaan asli tanah airnya sendiri.


Nama              :           Afif Ibrahim
NPM                : 10215233
Kelas               : 1EA22